Minggu, 21 Februari 2010
CEGAH ENURESIS PADA ANAK
Dalam bahasa kedokteran, ngompol, dikenal dengan nama Enuresis. Bila mengompol di waktu malam, disebut nocturnal enuresis dan bila di waktu siang, diurnal enuresis. Ada dua jenis enuresis: primer dan sekunder. Seorang anak disebut memiliki nocturnal enuresis primer bila dia mengompol semenjak bayi. Nocturnal enuresis sekunder terjadi bila dia sebelumnya sudah tidak mengompol selama 3 sampai 6 bulan, lalu kembali mengompol. Enuresis sekunder biasanya disebabkan oleh stres, misalnya saat baru masuk sekolah, mendapatkan adik baru atau perceraian orang tua.
Jika ada mengompol pada usia wajar, dan usia yang tidak wajar, maka pada maksimal usia berapakah mengompol dikatakan normal ? banyak pendapat berbeda tentang ini, namun secara garis besar, rata-rata anak dikatakan normal mengompol karena kurang matangnya sistem organ saluran kencing dan kandung kemih, yaitu usia 5 tahun. Diatas lima tahun maka mengompol yang dialami masuk kategori enurresis.
Prevalensi usia yang mengalami enuresis dikelompokkan sebagai berikut:
· 15-20% pada usia 5 tahun ke atas
· 5% pada usia 10 tahun keatas
· 2% pada anak-anak berusia lebih dari 12 tahun
Bagi bayi, kesadaran akan penuhnya buli-buli (tempat penampungan air seni) dan refleks menahan kencing belum dapat dilakukan. Sehingga, umumnya mereka ngompol. Berikut tabel tahap perkembangan kendali kemih.
Tahap Perkembangan Kendali Kemih
| Miksi secara refleks > 20 kali per hari |
1-2 tahun | Frekuensi atau intensitas kemih menurun namun volume atau banyaknya kemih meningkat |
3 tahun |
|
4 tahun |
|
Sehingga, seperti yang telah diungkapkan di atas, jika buah hati anda masih mengalami ngompol lebih dari umur 5 tahun, maka terjadi beberapa permasalahan. Faktor pemicu ngompol itu diantaranya adalah :
- Dapat terjadi akibat faktor genetik, 75% terjadi jika kedua orang tua pada masa kecilnya juga mengalami ngompol, 45% jika hanya salah satu orang tua ngompol, dan 15% apabila tidak ada sejarah dari orang tua mengalami ngompol.
- Keterlambatan perkembangan, hal ini diakibatkan kurangnya toilet training (latihan pola buang air kecil) yang baik.
- Gangguan produksi Anti Deuretik Hormon (ADH), hormon yang mengatur kapan harus mengeluarkan kencing. Umumnya hormon ini meningkat pada malam hari.
- Faktor urodinamik. Kapasitas kandung kemih kecil sehingga mudah penuh, inhibitor kontraksi kandung kemih kurang, koordinasi antara otot defrusor dan sfingter tidak sinergis.
- Faktor tidur yang dalam, akibat tidur yang terlalu nyenyak.
- Faktor psikologi. Akibat faktor stres pada usia 2-4 tahun seperti contohnya karena kasus berpisah dengan keluarga, kematian keluarga, kelahiran saudara, pindah rumah, perceraian orang tua, ataupun child abuse (kekerasan pada anak).
- Faktor organik, diantaranya :
- Saluran kemih, karena gangguan urodinamik yakni kapasitas kandung kemih kurang, kerja otot detrusor dan sphincter tidak sinergis
- Infeksi, seseorang yang terkena Infeksi Saluran Kemih (ISK) maka akan memiliki kesempatan mengalami Enuresis sebesar 45%, sedangkan yang tidak terkena ISK memiliki potensi 17% terkena Enuresis
Seringkali orang tua malah memarahi anaknya yang tetap ngompol, padahal tersebut malah akan memberikan tekanan kepada anak-anak. Sehingga lebih baik para orang tua mendukung dan memotivasi mereka untuk dapat berhenti ngompol. Beri pujian saat anak berhasi bebas ngompol, beri lampu penerangan yang cukup untuk jalan menuju kamar mandi, sehingga anak tidak takut pergi ke kamar mandi sendiri di malam hari. Selain itu dapat mengurangi minum di malam hari, atau biasakan kencing sebelum tidur. Salah satu cara yang tidak terlalu umum adalah menggunakan pampers yang memiliki alarm.
Enuresis bisa terjadi sebagai efek dari berbagai faktor organis dan psikologis, tetapi faktor psikologis relatif lebih dominan sebagai penyebab, terutama pada penderita enuresis anak-anak.
Di antara anak-anak dan remaja, enuresis ditandai oleh pola dinamika psikologis, antara lain sebagai berikut:
- Suatu upaya mendapatkan perhatian dan pertolongan dari orang tua, misalnya dalam persaingannya dengan adik atau saudara sekandung lain (sibling rivalry)
- Ekspresi tidak langsung dari kecemasan psikologis oleh berbagai sebab, misalnya tertekan di sekolah karena kurang mampu mengikuti pelajaran
- Ekspresi kemarahan yang tidak disadari yang tertuju kepada orang tua, misalnya kemarahan yang tidak dapat dingkapkan karena perlakuan orang tua yang tidak adil
- Neurotisme, kecenderungan anak untuk memiliki potensi predisposisi mental yang rentan terhadap tekanan
- Ketidakmatangan biologis dan emosional oleh karena pemanjaan yang eksesif dan perlingungan berlebihan dari keluarga
Sebab Mengompol
Kandung kemih adalah kantong otot yang menyimpan urine, mengembang saat urine berkumpul dan mengempis bila ditekan saat buang air kecil. Pada anak yang dapat mengendalikan kandung kemih, saraf-saraf di dinding kandung kemih mengirimkan pesan ke otak saat penuh, lalu otak mengirim pesan balik untuk menahannya agar tidak otomatis pipis sampai anak tersebut siap ke kamar mandi. Tetapi anak yang mengompol memiliki masalah dalam proses ini.
Hal penting yang perlu diketahui adalah kebanyakan anak tidak sengaja mengompol. Karena berbagai alasan, anak yang mengompol tidak merasakan penuhnya kandung kemih sehingga mereka tidak bangkit untuk pipis di kamar mandi. Kadang-kadang, sang anak bermimpi sedang pipis di kamar mandi, lalu baru menyadari telah mengompol saat terbangun dalam kondisi basah. Kebanyakan anak yang mengompol adalah mereka yang tidurnya sangat nyenyak. Bahkan gonggongan anjing yang keras sekali pun tidak akan membangunkannya.
Beberapa anak mengompol setiap malam, yang lainnya hanya kadang-kadang. Banyak dari mereka yang tidak mengompol saat tidur di rumah teman atau saudara. Hal itu karena mereka tidur tidak senyenyak biasanya, khawatir akan mengompol. Sepanjang malam, otak mereka sibuk mengirim “sinyal kewaspadaan” ke kandung kemihnya agar tidak melepaskan urine tanpa kendali.
Hal Biasa
Mengompol adalah hal yang umum. Jangan memarahi anak karena mengompol. Juga jangan biarkan anggota keluarga lain mengolok-oloknya. Hal itu dapat membuat anak stres dan kurang percaya diri.
Anak-anak akan berhenti mengompol dengan beranjaknya usia. Kebanyakan anak sudah tidak mengompol pada usia tiga sampai empat tahun. Sedikit di antaranya yang masih mengompol hingga usia enam tahun dan hanya sekitar 8% yang masih mengompol pada usia delapan tahun. Kebiasaan mengompol lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dan anak yang salah satu atau kedua orang tuanya punya riwayat mengompol di waktu kecil.
Tips
Sampai sang anak dapat berhenti mengompol sepenuhnya, hal-hal berikut dapat Anda lakukan:
- Jangan memberi banyak minuman kepada anak Anda dua jam sebelum tidur.
- Lapisi tempat tidur anak dengan perlak plastik/karet di antara kasur dan sprei.
- Pipiskan anak di kamar mandi sebelum beranjak tidur.
- Pertimbangkan menciptakan kebiasaan bangun tidur untuk pipis, dua atau tiga jam setelah sang anak tertidur. Anda dapat membangunkannya sendiri atau menggunakan alarm.
- Ajak anak Anda ikut membereskan sprei dan kain lainnya yang basah.
- Beri pujian dan penghargaan bila tidak mengompol di hari itu.
- Pertimbangkan mengajari anak Anda dengan latihan mengendalikan otot kandung kemih. Mintalah agar dia menahan kencing di siang hari untuk beberapa menit dan lalu ditingkatkan bertahap waktunya. Latihan ini dapat meningkatkan kapasitas kandung kemihnya dan menguatkan otot yang menahan kencing.
Terapi
Terapi untuk penderita enuresis sangat bergantung pada usia penderita. Pada penderita enuresis usia dewasa, psikoterapi ditujukan untuk membuat penderita lebih memiliki fungsi kepribadian yang terintegrasi secara optimal.
Terdapat beberapa upaya untuk mengurangi dan menghentikan anak yang masih ngompol diatas umur
Untuk terapi non farmakologik adalah terapi tanpa obat. Beberapa contoh upayanya adalah melalui latihan menahan miksi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. ”Jangan lupa untuk beri anak anda motivasi, seperti pujian dan tolong jangan malah dimarahi”.
Sedangkan pada penderita anak-anak, terapi lebih ditujukan kepada orangtuanya daripada penderitanya sendiri. Hal pertama yang harus dilakukan orangtua adalah memeriksakan kondisi fisik anak kepada dokter ahli ginjal untuk mengetahui apakah ada kelainan organik yang membutuhkan perawatan medis bagi fisik anak. Bila dari aspek fisik tidak terdapat kelainan organis, maka mulailah perhatian ditujukan pada aspek psikologis anak.
Referensi
0 komentar:
Posting Komentar