Selasa, 27 Oktober 2009

KESEHATAN MENTAL

1.Jelasakan pendapat Allport dalam membahas manusia !

Allport berpendapat bahwa kepribadian yang sehat tidak dibimbing oleh kekuatan-kekuatan tak sadar atau pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak, malahan kita didorong lebih oleh rencana-rencana untuk masa depan. Segi sentral dari kepribadian kita adalah intensi kita yang sadar dan sengaja, yakni; harapan-harapan, aspirasi-aspirasi dan impian-impian.

Allport lebih optimis tentang kodrat manusia yang positive, penuh harapan dan menyanjung-nyanjung. Sifat manusia yang tampak bersumber pada masa kanak-kanak. Orang yang sehat tidak di dorong oleh konflik tak sadar yang ada di dalam diri mereka tetapi kekuatan tak sadar merupakan pengaruh yang penting pada tingkah laku orang dewasa yang neurotis.

2. Jelasakan perkembangan Propium sebagai dasar perkembangan kepribadian yang sehat !

Proprium adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan ego. Ketujuh tingkatan proprium menggambarkan ego sebagai sesuatu yang dengan segera dapat kita sadari meliputi :

1.Proprium diri jasmaniah.

Terjadi secara berangsur-angsur, dengan makin bertambah kompleksnya belajar dan pengalaman-pengalaman perceptual, maka berkembanglah suatu perbedaan yang kabur antara sesuatu yang ada “dalam saya” dan hal-hal lain ‘diluar lainnya’. Ketika bayi menyentuh, melihat, mendengar dirinya, orang-orang disekitarnya dan benda-benda, perbedaan ini menjadi jelas. Kira-kira pada usia 15 bulan munculnya tingkat pertama perkembangan proprium. Kesadaran akan “saya jasmaniah” tersebut Allport menyebutnya “jangkar abadi untuk kesadaran diri kita”.

2.Identitas diri.

Pada tingkatan kedua ini seseorang mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah. Allport berpendapat bahwa segi yang sangat penting dalam identitas diri adalah nama orang. Nama itu menjadi lambang dari kehidupan seseorang yang mengenal dirinya dan membedakannya dari semua diri yang lain di dunia.

3.Harga diri.

Merupakan tingkat ketiga dari perkembangan proprium, yang menyangkut perasaan bangga dari diri anak sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan benda-benda atas usahanya sendiri. Allport percaya bahwa hal ini merupakan suatu tingkat perkembangan yang menentukan; apabila orang tua menghalangi kebutuhan anak untuk menyelidiki maka perasaan harga diri yang timbul dapat dirusakkan. Akibat timbul dari peraaan dihina dan marah. Inti munculnya harga diri ialah kebutuhan akan otonomi.

4.Perluasan diri (self extention).

Pada tingkatan ini anak mulai mempelajari arti dan nilai dari milik seperti terungkap dalam kata yang bagus sekali “kepunyaanku”. Dan ini adalah permulaan dari kemampuan orang untuk memperpanjang dan memperluas dirinya, untuk memasukkan tidak hanya benda-benda tetapi juga abstraksi-abstraksi, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan.

5.Gambaran diri.

Berkembang pada tingkat selanjutnya. Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang melihat dirinya dan pendapatnya tentang dirinya.

6.Diri sebagai pelaku rasional.

Pada tingkatan ini aturan-aturan dan harapan-harapan baru dipelajari dari guru dan teman-teman sekolah serta hal yang lebih penting ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual. Anak belajar dapat memecahkan masalah dengan mengunakan proses-proses yang logis dan rasional.

7.Perjuangan proprium (propriate striving).

Tingkat ini merupaka tingkat terakhir dalam perkembangan diri – timbul. Allport percaya bahwa masa adolesensi merupakan suatu masa yang sangat menentukan. Segi yang sangat penting dari pencarian identitas adalah definisi suatu tujuan hidup.

Dengan berkembangnya 7 tingkatan tersebut, intensitas, aspirasi, dan harapan mendorong kepribadian yang matang. Tingkatan tersebut sangat penting untuk kepribadian yang sehat namun jika terjadi suatu kegagalan dalam tingkatan tersebut akan melumpuhkan tingkat berikutnya dan menghambat intregasi harmonis dalam proprium.

3. Sebutkan dan jelaskan ciri - ciri kepribadian matang menurut Allport !

Dalam diri individu yang matang kita menemukan seorang pribadi yang tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan sifat yang terorganisasi dan harmonis. Penentu utama tingkah laku dewasa yang masak adalah seperangkat sifat yang terorganisir dan seimbang yang mengawali dan membimbing tingkah laku sesuai dengan psinsip otonomi fungsional.

Tidak semua orang dewasa mencapai kematangan penuh. Ada individu-individu yang sudah dewsa namun motivasi-motivasinya masih bersifat kekanak-kanakan. Rupanya tidak semua orang dewasa bertingkah laku mengikuti prinsip-prinsip yang jelas dan rasional. Akan tetapi sejauh mana mereka menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan sejauh mana sifat-sifat mereka tidak lagi berhubungan dengan sumber-sumber yang berasal dari masa kanak-kanak memang bisa dijadikan ukuran normalitas dan kematangan mereka.

Hanya dalam diri individu yang sangat tergantung kita menemukan orang dewasa yang bertingkah laku tanpa menyadari apa sebabnya ia bertingkah laku demikian, yang tingkah lakunya lebih erat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak daripada dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi kini atau pada masa yang akan datang. Adapun ciri-ciri atau kriteria dari kerpibadian yang matang menurut Allport yaitu :

1.Perluasan diri (extension of the self). Artinya hidupnya tidak boleh terikat secara sempit pada sekumpulan aktifitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban pokoknya. Harus dapat mengambil bagian dan menikmati macam-macam aktivitas yang berbeda-beda. Salah satu aspek dari perluasan diri adalah proyeksi ke masa depan, yakni merencanakan dan mengharapkan.

2.Kemampuan menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain (Warm relating of self to other), baik dalam bentuk hubungan yang mendalam maupun tidak mendalam, memiliki dasar rasa aman dan menerima dirinya sendiri.

3.Memiliki orientasi yang realistik (Self Objectification). Dua komponen utama dari Self Objectification adalah humor dan insight. Insight disini adalah kapasitas individu untuk memahami dirinya sendiri, meskipun tidak jelas bagaimana menemukan suatu standar yang cocok untuk membandingkan kepercayaan-kepercayaan individu yang bersangkutan. Perasaan humor tidak hanya menunjukkan kapasitas untuk menemukan kesenangan dan gelak tawa dalam hal sehari-hari, tetapi juga kemampuan untuk membina hubungan-hubungan positif dengan diri sendiri dan dengan objek-objek yang dicintai, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini.

4. Realistic perceptions, skill, assignments, kemampuan memandang orang, obyek dan situasi seperti apa adanya, kemampuan dan minat memecahkan masalah , memiliki keterampilan yang cukup untuk menyelesaikan tugas yang dipilihnya, dapat memenuhi kebutuhan ekonomi kehidupan tanpa rasa panic, rendah diri, atau tingkah laku destruksi diri lainnya.

5.Kemempuan menghindari reaksi berlebihan terhadap masalah (Emotional security). Masalah disini adalah masalah yang menyinggung drives spesifik (misalnya, menerima dorongan seks, memuaskan sebaik mungkin, tidak menghalangi tetapi juga tidak membiarkan bebas) dan mentoleransi frustasi, perasaan seimbang.

6. Filsafat hidup (Philosophy of life). Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belkang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini

7. Keamanan Emosional. Sifat dari kepribadian yang sehat meliputi penerimaan diri, yakni, mampu menerima semua segi dari mereka, termasuk kelemahan dan kekurangan tanpa menyerah secara pasif pada kelemahan dan kekurangan. Kepribadian yang sehat mengontrol emosinya sehingga tidak menganggu aktivitas antar pribadi, bukan merupakan represi tetapi diarahkan kembali ke dalam saluran-saluran yang lebih konstruktif. Orang-orang yang matang tidak dapat begitu sabar terhadap kekecewaan, tidak dapat begitu menerima diri, atau tidak dapat begitu banyak mengontrol emosi mereka, jika mereka tidak merasakan suatu perasaan dasar akan keamanan.

4 Jelaskan perkembangan kepribadian Self menurut Rogers !

Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian Rogers, yang intinya adalah :

a) terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu;.

b) bersifat integral dan konsisten;

c) menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai ancaman;

d) dapat berubah karena kematangan dan belajar.

Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self terbentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Misalnya, orang mungkin memandang dirinya sebagai; orang yang cerdas, menyenangkan, jujur, baik hari, dan menarik.

Menurut Carl Rogers ada beberapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
1.Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran

- Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
- Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.

- Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.

2.Kebutuhan

- Pemeliharaan

Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.

- Peningkatan diri

Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.

- Penghargaan positif (positive regard)

- Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.

- Penghargaan diri yang positif (positive self-regard) Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.

3. Stagnasi Psikis

Stagnasi psikis terjadi bila :

- ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
- Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
- Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.

Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang

5. Peranan positif Regards dalam kepribadian individu !

Positive regards sangat dibutuhkan agar individu mempunyai kepribadian yang sehat. Pada waktu “diri” sedang berkembang maka anak juga belajar membutuhkan cinta yang diterima anak itu dalam masa kecilnya dan kebutuhan tersebut, disebut positive regards. Setiap anak terdorong untuk mencari positive regards tetapi tidak setiap anak menemukan kepuasan yang cukup akan kebutuhan tersebut. Anak akan puas jika dia menerima kasih sayang, cinta dan persetujuan dari orang lain. Namun jika dia kurang mendapat cinta dan kasih sayang serta mendapatkan celaan, maka dia akan merasa kecewa.

6. Sebutkan dan jelaskan ciri – ciri orang yang sepenuhnya !

1. Keterbukaan pada Pengalaman

Keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari sikap defensive. Setiap pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan luar disampaikan ke system syaraf organisme tanpa distorsi atau larangan. Kepribadian adalah fleksibel, tidak hanya menerima pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tetapi juga menggunakannya dalam membuka kesempatan-kesempatan persepsi dan ungkapan baru. Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat dikatakan lebih “emosional”, yakni mengalami banyak emosi yang bersifat positif dan negative (baik kegembiraan atau kesusahan).

2. Kehidupan Eksistensial

Orang yang berfungsi sepenuhnya tidak memiliki diri berprasangka atau tidak harus mengontrol emosi atau memanipulasi pengalaman-pengalaman, sehingga bebas berpartisipasi di dalamnya. Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat menyesuaikan diri karena struktur diri terus terbuka kepada pengalaman baru dan kepribadian tersebut tidak kaku atau tidak dapat diramalkan.

3. Kepercayaan Terhadap Organisme Orang Sendiri

Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat bertindak menurut impuls-impuls yang timbul seketika dan intuitif. Dalam tingkah laku banyak spontanitas dan kebebasan, tetapi tidak sama dengan bertindak terburu-buru atau sama sekali tidak memperhatikan konsekuensi-konsekuensinya, maka orang yang sehat percaya akan keputusan mereka seperti mereka percaya akan diri mereka sendiri.

4. Perasaan Bebas

Orang yang berfungsi sepenuhnya memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya, tidak diatur oleh tingkah laku, keadaan atau peristiwa-peristiwa masa lampau.

5. Kreativitas

Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Menurut Rogers, orang-orang yang berfungsi sepenuhnya memiliki kreativitas dan spontanitas untuk menanggulangi perubahan-perubahan traumatis sekalipun, seperti dalam pertempuran atau bencana-bencana alamiah.


Refrensi :

Alwilsol (2004), Psikologi Kepribadian, UMM Press

Freist, J & Freist, Gregory (1998), Theories of Personality, Amerika : Mc Graw Hill.

Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner (2000), Teori-Teori Holistik (Organismik Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya (ed.), Jogjakarta :Kanisius .

Robert, Thomas B., Four Psychologies Applied to Education, 1975, New York, Hals Ted Press Dvision

Boeree, CG. (1997) .Personality Theories :Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. (Alih bahasa : Inyiak Ridwan Muzir). Yogyakarta : Primasophie.

Farozin, H. M. Dan Fathiyah, Kartika Nur. (2004) Pemahaman Tingkah Laku. Jakarta : Rineka Cipta.

Koeswara, E. (1991) Teori-teori Kepribadian. Bandung Eresco.

Sumadi Suryabrata. (2005) Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV Rajawali.

Schultzd. PSIKOLOGI PERTUMBUHAN .Model-model kepribadian sehat.

Supratiknya, A. (editor) (1993) Teori-teori Holistik : Organismik – Fenomenologis. Yogyakarta : Kanisius.

Minggu, 25 Oktober 2009

BEBEK DAN AYAM PUN IKUT ‘ BELAJAR’…

Endeh (8) menatap dengan sedih kondisi ruang kelasnya yang nyaris ambruk. Atap kelas yang dipenuhi lubang ditambah dinding yang sudah tak utuh lagi membuat murid kelas 3 SDN Pabuaran 3, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, itu hanya mengelus dada.

Harapannya memeliki kelas yang refresensatif dan aman untuk proses belajar entah kapan terwujud. Pasalnya, meski pihak sekolah sudah berkali-kali mengajukan permohonan perbaikan ruang kelas itu ke Pengkab Bogor maupun Pemprov Jawa Barat, hingga kini belum digubris.

Karena kondisi tersebut, tak aneh jika saat Endeh dan rekan-rekannya belajar tiba-tiba ada ayam dan bebek milik warga sekitar sekolah yang masuk kelas. “Ya kalau sudah gitu,belajar kita terganggu karena harus mengusir ayam dan bebek itu keluar kelas,”ucap Siti, teman sekelas Endeh, saat di temui akhir pekan lalu.

Gedung sekolah itu kondisinya semakin memprihatinkan ketika angin puting beliung menyerang kawasan tersebut pertengahan pekan lalu. Sebagian atap ruang kelas yang terbuat dari asbes terbang terbawa angina.

Dua ruang kelas yang masih dipertahankan untuk menampung murid kelas 3 dan 4 itu juga ternyata tidak sudah tidak dilengkapi pintu. Karena itulah saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung, ternak milik warga seperti ayam dan bebek ikutan ‘bersekolah’.

Sudah bertahu-tahun 3 dari 7 ruang kelas di gedung sekolah yang dibangun tahun 1982 itu kondisinya rusak berat. Dinding kelas dipenuhi lubang menganga sehingga dari luar kegiatan belajar para murid kelas 3 dan 4 bisa terlihat.

Atap ruangan yang terbuat dari asbes hanya sebatas penahan panas saja. Karena, jika hujan turun, air hujan langsung meluncur ke ruangan akibat atap yang tidak utuh lagi. Belum lagi, kondisi plafon sudah sangat tidak layak dan mengancam keselamatan ratusan murid.

“Kalau sudah hujan deras dan ada angin, kegiatan belajar harus dihentikan dan anak-anak terpaksa kami pulangkan, karena khawatir bangunan ini ambruk ,” kata Amirudin Sandjaya, wali kelas 3.

Bukan hanya kondisi ruang kelas yang tidak layak, hampir seluruh bagian kondisinya memperhatinkan. Pagar tembok sekolah sudah roboh dan lapangan upacara masih berupa tanah. Tak aneh jika seteah turun hujan lantai skul menjadi kotor karena sepatu para murid dipenuhi tanah.

Keprihatinan terhadap kondisi SDN Pabuaran 3 juga dikeluhkan warga sekitar . karena dengan jumlah siswa sekitar 80 orang perkelas, anak-anak itu harus berdesak-desakan. “ satu bangku panjang terpaksa harus diisi oleh lima siswa. Padahal biasanya di sekolah lain, satu bangku hanya dua siswa, maksimal tiga sisiwa,” ujar Amiruddin Sundjaya, guru kelas 3.

Semoga kondisi bangunan sekolah yang memprihatinkan itu tidak menyusutkan semangat ratusan muri SDN Pabuaran 3 untuk menimba ilmu. Banyak ayam dan bebek yang ikut “sekolah” semoga mengetuk hati Pemkab dan Pemprov Jabar untuk segera memperbaikinya.

Sumber : Warta Kota,19 Oktober 2009

Menurut saya, walaupun endeh sedih dengan kondisi kelas yang nyaris ambruk. Ia tetap semangat datang ke sekolah. Padahal ia berharap memiliki kelas yang refresensatif dan aman untuk proses belajar meskipun pihak sekolah sudah berkali-kali mengajukan permohonan perbaikan ruang kelas itu ke Pengkab Bogor maupun Pemprov Jawa Barat, hingga kini belum digubris.

Endeh memiliki motif yaitu dorongan yang ada pada dirinya untuk melalukan sesuatu (tetap datang ke sekolah). Grinder mengatakan bahwa motif adalah drive/implus dari dalam dalam diri individu yang menimbulkan perilaku, mempertahankan perilaku dan mengarahkan perilaku tersebut kearah tujuan. Apabila motif menjadi aktif, maka muncul gerakan melakukan aktifitas untuk mencapai tujuan sesuai dengan motifnya. Munculnya gerakan melakukan aktifitas ini adalah MOTIVASI.

Atkison mengatakan bahwa motivasi adalah pemunculan kecenderungan berbuat untuk menghasilkan satu/lebih efek. Motif akan berubah menjadi motivasi apabila ada stimulasi :

1. Dari dalam diri individu (motivasi intrinsic)

Ex : kepuasan dalam Do Something New, Curiousity

2. Dari luar diri individu (motivasi ekstrinsik)

Ex : ingin menyenangkan guru / orang tua, juga ingin menghindari hukuman.

Endeh, merasa sedih dengan kondisi kelasnya meskipun begitu ia tetap senang karena ia masih bisa bersekolah dan bertemu dengan teman-teman sekolahnya.

Kanker Payudara, Kenali dan Hindari Sejak Dini

Kanker payudara terus melejit sebagai momok kaum wanita di dunia. Angka kasus yang terjadi pertahun terus bertambah. Menurut data World Health Organization, sebagaimana dikutip dari situsnya, saat ini terdapat satu juta kasus kanker payudara per tahunnya.

Sayangnya, belum banyak wanita yang menyadari dan menjalankan pendektisian dini sebagai upaya pencegahan kanker payudara. Seperti di Indonesia, sekitar 50 persen penderita kamker ini datang ke dokter setelah berada stadium lanjut.

Para ahli medis menyarankan, semakin dini mengetahui keberadaan kanker pada organ wanita ini, semakin besar kemungkinan penderita memiliki kualitas hidup lebih baik melalui penanganan medis yang tepat. Untuk itu, ada beberapa kiat untuk mendeteksi dan menunjang kesehatan payudara kita, seperti :

Deteksi dini benjolan pada payudara

Dapat diawali dengan rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri (sadari) sejak usia 20 tahun. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tangan kiri ke atas lalu meraba payudara sebelah kiri dan kanan secara bergantian dengan cara memutar, sentrifugal atau sentripetal.

Apabila di temukan benjolan yang tetap (di luar masa menjelang mentruasi), segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan klinis. Untuk mereka yang telah berusia di atas 35 tahun , disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan mamografi. Cara pemeriksaan ini berhasil jika kanker payudara memang sudah terjadi dengan ukuran tertentu.

Waspadai wanita dengan faktor resiko tinggi

Menurut situs Depkes, walau penyebab timbulnya kanker ini belum di temukan, factor resiko tinggi dapat terjadi pada wanita di atas umur 40 tahun dan tidak memiliki anak, atau mereka yang mempunyai anak di atas usia 35 tahun, mengalami mentruasi pada usia dini, dan menopause terlambat. Selanjutnya, resiko ini juga dapat menimpa wanita yang tidak menyusui, mendapat obat hormonal dalam waktu yang lama, dan memiliki riwayat keluarga penderita kanker payudara.

Menerapakan pola hidup sehat

Diawali dengan rutin mengonsumsi makanan sehat, perbanyak konsumsi sayur dan buah, serta hindari konsumsi lemak berlebihan. Gaya hidup sehat lainnya yang dapat diterapkan dengan tidak merokok, menghindari asupan kafein dan alcohol berlebihan, serta parbanyak minum air putih.

Rutin berolahraga

Berolahraga secara rutin dan jangan lupa kenakan baju olahraga yang nyaman, terutama sport bra yang mendukung aktifitas tersebut. Jangan berolahraga dan beraktifitas luar saat terik sinar matahari berlebih, karena lama kelamaan akan merusak elastisitas kulit.

KOMPAS,10 Oktober 2009

Minggu, 11 Oktober 2009

Kritikan Humanistik Terhadap Psikoanalisa dan Behaviorisme

PSIKOANALISA

  • Terlalu menekankan kepada pengalaman masa kanak-kanak, seolah-seolah kehidupan sekarang ditentukan dari kehidupan masa lalu dan potensinya diabaikan
  • Pada pendekatan psikoanalisa malah terlalu rasional
  • Pandangannya terlalu merendahkan martabat kemanusiaan
  • Kurangnya rasionalitas, psikologi harusnya meneliti secara mendalam bagaimana proses mental ini berfungsi dgn baik
  • Humanistic jg menentang sifat yang pesimisme, karena huanistik juga memiliki sifat yang optimis
  • Percaya pada kodrat individu
  • Berbicara mengenai konflik dan tekana yang dialami oleh individu

BEHAVIORISME

  • Individu tidak dapat melampaui konflik yang yang terjadi secara biologis
  • Potensi terhadap behavior di abaikan
  • Behavior dipandang sebagai mesin
  • Individu dapat memberikan respon jika ia mendapat stimulus dari oran lain
  • Mengabaikan potensi yang dimiliki individu
  • Secara keras menolak kesadran yang tidak nyata sebagi studi psikologi tapi mengakui adanya jiwa dan proses-proses mental
  • Masih mengabaikan potensi yang dimiliki individu
  • Tampak radikal

Nama : Marni Setia

Kelas :2PA05

Tugas : Kesehatan Mental

Perbedaan Psikoanalisa, Behaviorisme, dan Humanistik

Psikoanalisa

Aliran ini pertama kali muncul pada sekitar abad 19. Tokohnya adalah Sigmund Freud (1856-1939). Kebanyakan apa yang kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan / dorongan yang mencari pemunculan dalam perilaku dan pikiran. Obyek psikologi ialah alam ketidaksadaran. Pada alam tersebut tingkah laku manusia banyak ditentukan. Saat sedang menangani seorang pasien Neorotik atau pasien yang mempunyai ciri mudah cemas, disebabkan oleh konplik yang terjadi pada saat seoarng masih amat kecil, kemudian direpresi/ditekan (didorong masuk dari kesadaran ke alam tak sadar) seorang tokoh yang mungkin lebih tepat dikatakan sebgai pencetus psikodinamik.

Namun demikian konsep pemikirannya tentang ketidak sadaran telah banyak meng-ilhami para ahli psikologi Analisis yang hidup setelahnya. Freud adalah seoarang psikiatris yang menaruh perhatian besar pada pengertian dan pengobatan gangguan mental. ia sedikit sekali menaruh minat terhadap problem-problem tradisional Psikologi Akademis seperti ; Sensasi, Persepsi, Berfikir dan Kecerdasan karena itu ia mengabaikan problem kecerdasan dan mengrahkan usahanya untuk memahami dan menerangkan apa yang diistilahkannya sebagai ketidak sadaran.

Teori yang dicetuskan oleh Freud tentang kepribadian, mencoba menjelaskan tentang Normaliats dan Abnormalitas psikolgis dan perawatan terhadap orang-orang yang tidak normal Menurrut teori ini sumber utama konflik dan gangguan mental terletak pada ketidak sadaran, karena itu untuk mempelajari gejala-gejala ini, Freud mengembangkan teori Psikoanalisis yang sebagian besar di dasarkan pada interpretasi “arus pikiran pasien yang diasosiasikan secara bebas” dan analisis mimpi. Menurut Freud “Dorongan-dorongan, komponen-komponen kepribadian, ingatan akan pengalaman masa kanak-kanak dan konflik psikologis yang mengerikan cenderung tidak disadari”

Dalam formolasi-formolasi Freud “dorongan seksual” memainkan peranan penting secara khusus. Kenapa demikian? Karena, menurut Freud “Dorongan seksual melahirkan sejumlah energi psikis yang disebut libido untuk perilaku dan aktivitas jiwa” energi psikis tersebut sejajar dengan fisik walupun berbeda diantara keduanya. bila dorongan seksual dipuaskan, maka energi psikis membentuk kekuatan yang menekan, seperti air dalam selang yang tersumbat. Konflik-konflik yang terjadi pada seseorang akan meningkatkan ketegangan, bila seseorang ingin hidup normal, maka ketegangan tersebut harus dikurangi atau dihilangkan

Pada dasarnya struktur jiwa terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Super ego atau Das Uber Ich terbentuk dari ego saat anak-anak mengidentifikasi dirinya dengan orang tua dan menginternalisasi kedalam dirinya segala aturan, nilai dan adat-istiadat lingkungannya. Meskipun superego adalah bagian dari ego namun fungsinya sangat berbeda sekali dengan ego, dan berfungsi independen. Superego sangat mendambakan kesempurnaan, idealisme, pengorbanan diri dan kepahlawanan

2. Ego atau Das Ich, adalah mencari dan menemukan objek yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan Id. misalnya saat kita lapar maka yang bertindak untuk berfikir bagaimana rasa lapar itu hilang adalah Ego sedang yang menimbulkan rasa lapar itu sendiri adalah Id

3. Id dan Das Es, yang berisikan nafsu-nafsu yang selalu memuaskan keinginan (kepuasan seksual).

Kemudian Freud merumuskan tentang teori perkembangan kepribadian, bahwa perkembangan kepribadian seorang anak dibentuk dari pengalaman-pengalaman ketika anak-anak menjalani seperangkat urutan perkembangan psikoseksual yang menurut Freud pada tahap-tahap ini seringkali terjadi konflik yang harus diatasi. Bila anak terlalu dituruti, terlalu kekurangan, atu terlalu dikecewakan pada salah satu perkembangan, maka Fiksasi secara permanen akan tertinggal dalam tahap perkembangan tersebut. Freud menguraikan empat tahap pekembangan psikoseksual: tahap oral (mulut), tahap anal (dubur/anus), tahap phallik, dan tahap genital

Tahap Oral (mulut) terjadi pada tahun pertama anak-anak, seperti makan, menggigit dan lain sebagainya. Penyapihan merupakan konflik uatama pada tahap ini. bila anak terlalu dalam menikmati ASI ibu atau susu botol sehingga menimbulkan rasa tidak ingin melepaskannya, maka saat dewasa anak tertsebut akan memperlihatkan pola perilaku oral (seperti ketergantungan, pasif dan kerakusan) dan sangat dikuasai oleh bagian oral (seperti, makan, mengunyah permen karet, merokok dan kemampuan bicara yang sangat berlebihan).

Tahap Anal terjadi pada tahun kedua dimana seorang anak mendapatkan kenikmatan dari duburnya, seperti saat buang air besar, kemudian penahanan kotoran. Untuk memperoleh knikmatan pertentangan dengan masyarakat mulai menghambat-nya. Akibatnya anak akan di minta untuk mengendalikan dorongna alamiyahnya, kemudian hal itu akan menimbulkan konflik pada tahap anal beberapa anak akan melakukan “pembalasan”, misalnya buang air besar tidak tepat waktu dan tempatnya.
Tahap Phallik biasanya terjadi diusia 3-5 tahun, menurut Freud anak-anak menyadari bahwa ia dapat mempeperoleh kenikmatan melalui alat kelaminnya. Freud juga yakin bahwa semua anak kecil pernah melakukan masturbasi (merangsang alat kelaminnya sendiri agar tegang) dan hal ini juga diakui dan disetujui oleh psikolog modern. Menurut Frued khayalan yang terjadi ketika anak-anak masturbasi akan menentukan krisis yang universal

Tahap Genital dimulai sejak anak masuk di usia remaja samapi akhir hayatnya. Dan pada saat ini minat seksual tampak seperti bangun kembali, orang akan memperhatikan orang lain ketika mereka bekerja sama dalam lingkup budayanya. Sampai pada tahap phallik orang terlalu terpusat pada tubuhnya sendiri dan kebutuhan mendadak. Bila energi terlalu ketat akibat adanya kepuasan yang berlebihan atau sangat mengecewakan pada tahap perkembangan sebelumnya maka remaja tidak mungkin dapat memenuhi tuntutan ini.

Selain Sigmund Freud banyak tokoh-tokoh lain dalam aliran psikoanalisis ini yang seringkali disebut sebagai Neo Freudian . diantaranya Carl Gustav Jung (1875-1961) yang memisahkan diri Freud Karena tidak setuju dengan pendapat Freud bahwa libido itu sepenuhnya diwarnai oleh kenikmatan seksual dan juga penekanan terhadap perkembangan anak, tokoh ini seringkali dihubungkan dengan dengan pandangan manusia pada dasarnya mewarisi ketidak sadaran kolektif .

Tokoh kedua adalah Alfred Adler (1870-1937) salah satu murid Freud yang memisahkan diri dari Freud. sama seperti Carl Gustav Jung, Adler juga perpendapat bahwa penekanan terhadap factor seksualitas agak berlebihan. Adler menekankan pentingnya peranan lingkungan terhadap prilaku seseorang. Dia berpendapat bahwa kepribadian pada dasarnaya adalah kepribadian social dan bahwa perasaan rendah diri itu sebetulnya pusat motivsi pada manusia.

Tokoh selanjutnya adalah Karen Horney (1885- 1952) yang juga memisahkan diri dari Freud Karena tidak sependapat dengan Freud tentang teori energi. Horney berpendapat bahwa pengalaman yang bermacam-macam selama masa kanak-kanak memberikan pola/ciri kepribadian dan konflik-konflik yang berbeda pula. Dia sangat menekankan efek perasaan yang mengganggu dari keterasingan dan ketidak berdayaan

Tokoh yang lain adalah Harry Stack Sullivan (1892-1949) tokoh ini berpendapat bahwa prilaku yang dapat diterima atau prilaku yang menyimpang sebetulnya dibentuk oleh pola interaksi yang terjadi antara anak dan orang tua. Tokoh terakhir adalah Erik Erikson (lahir 1902) tokoh inilah yang mengembangkan teori Freud dalam hal perkembangan. Rumusan-rumusannya menekankan implikasi social dan psikologis serta meneropong masa dewasa

Behaviorisme

Behaviorisme adalah sebuah aliran yang didirikan John B Watson (1878-1958) pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa psikologi harus menjadi ilmu yang objektif dalam arti harus dipelajari sebagaimana ilmu pasti atau ilmu alam. oleh karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya dapat diteliti melalui metode instrospeksi yang dianggap tidak objektif dan tidak ilmiyah. kemudian aliran ini digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner (1904-1968) yang terkenal dengan eksperimen operant conditioning dengan tikus .

Menururut pandangan Skinner, kepribadian pada dasarnya adalah sebuah fiksi. Orang melihat hanya apa yang orang lain lakukan dan mengerti menyimpulkan sifat-sifat yang mendasari (motif, emosi, dan kemampuan) yang ada sebenarnya dalam fikiran pengamat tersebut. Dia amat yakin bahwa psikologi hanya memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh orang lain. Sedangkan disposisi dalam diri seseorang tidak dapat dipakai sebagai penjelasan yang adekuat untuk menjelaskan perilaku orang lain

Namun demikian, sebenarnya sebelum J.B Watson mengemukakan aliran psikologi ini, sejumlah filusuf dan ilmuan sudah mengajukan gagasan-gagasan mengenai pendekatan objektif dalam mempelajari manusia, berdasarkan pendekatan yang mekanistik, suatu pendekatan yang menjadi ciri utama dalam Behaviorisme. Diantaranya adalah Ivan Pavlov (1849-1936) yang dikenal dengan eksperimen mengenai refleks bersyartat atau refleks terkondisi yang dilakukan terhadap anjing dengan mengeluarkan air liurnya, dan W. Mc. Dougall (1871-1939) yang terkenal dengan teori instink-nya
Aliran ini mengemukakan bahwa objek psikologi hanyalah perilaku yang kelihatan nyata dan menolak pendapat sarjana psikologi lain yang mempelajari tingkah laku yang tidak tampak dari luar atau tentang alam bawah sadar (Psikoanalisi) dan menentang aliran lain yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif (Introspeksionisme).

Belakangan kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia -kecuali instink- adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan.

Tokoh lain dalam aliran ini adalah:

a. Clark Hull (1943) yang mengemukakan konsep teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. menurut Hull kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri dan sebagainya,

b. Edwin Guthrie yang mengemukakn teori kontinguiti, memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respons tertentu. Selanjutnya ia berpendapat bahwa hubungan antar stimulus dan respon merupakan factor kritis dalam belajar

Ciri penting dalam aliran perilaku adalah :

  1. Menekankan pada respon-respon yang di kondisikan sebagai elemen-elemen bannan perilaku
  2. Menekankan pada prilaku yang di pelajari dari pada perilaku yan tidak di pelajari (refleks)behaviorisme menolak kecendrungan perilaku binatang


Humanistik

Tokohnya adalah Abraham Maslow (1908-1970) dapat di pandang sebagai bapak dari psikologi Humanistik.Ia memandang setiap orang memiliki kemampuan untuk menjadi lebih baik, memiliki pandangan yang optimistic dan berharap menjadi lebih baik. Gerakan ini merasa tidak puas terhadap behavioristik dan psikoanalisis,dan memfokuskan penelitiannya pada manusiadengan ciri-ciri eksistensinya.

Maslow menjadi terkenalkarena teori motivasinya, yang dituangkan dalam bukunya “ Motivation and Personality”. Dalam bukunya tersebut diuraikan bahwa pada manusia terdapat 5 macam kebutuhan yang berhirarki, meliputi :

  1. kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
  2. kebutuhan-kebutuhan rasa aman (the safety needs / the security needs)
  3. kebutuhan rasa cinta dan memiliki ( the love and belongingess needs)
  4. kebutuhan akan penghargaan (the self-esteem needs)
  5. kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)

kebutuhan-kebutuhan tersebut di katakana berhierarki karena kebutuhan yang lebih tinggi menuntut dipenuhi apabila kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah sudah terpenuhi.

Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiaanya pada masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi harus mempelajari kedalaman sifat manusia, selain mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran. Instropeksi sebagai suatu metode penelitian yang telah disingkirkan, harus dikembalikan lagi sebagai metode penelitian psikologi. (Walgito, B.2002:78)

Ada empat cirri psikologi yang berorientasi humanistic, yaitu :

1). Memusatkan perhatian pada subjek yang mengalami, dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia

2). Memberi tekanan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti Pilihan, kreativitas, dan aktualisasi diri sebagai lawan pandangan tentang manusia yangmekaniistis dan reduksionistis

3). Mentyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan

4). Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu (Misiak dan Sexton,1988). Selain Maslow sebagai tokoh dalam psikologihumanistik, juga Carl Rogers (1902-1987) yang terkenal dengan client-centered therapy (Walgito,B2002:80).

REFERENCE:

Sarwono, W. Sarlito, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi, Jakarta : Bulan Bintang.

Dakir, Dasar-dasar Psikologi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1993.

Brennan, J.F. (1991). History and Systems of Psychology. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Lundin, (1991). Theories and Systems of Psychology. 4 rd Ed. Toronto: D.C. Heath and Company

Linda L. Dafidoff, Mari Juniati Psikologi suatu Pengantar PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta. 1997

Ahmad Fauzi, Drs., H. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung. Cetakan ke III 2004
Hamzah B. Uno, M.pd., Dr. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. PT. Bumi Aksara. Jakarata. Cetakan I 2006

M. Dalyono, Drs. Psikologi Pendidikan. Renika Cipta. 2001
Alex Sobur, M.Si., Drs. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung. 2003

Nama : Marni Setia

Kelas : 2PA05

Tugas : Kesehatan Mental

Jumat, 09 Oktober 2009

Ibu Yang Memiliki Anak Yang Mengalami Gangguan Kejiwaan

Pada sebuah keluarga yang mempunyai anak yang mengalami gangguan kejiwaan. Dalam keluarga ibu V.N ia mempunyai 5 orang anak laki-laki dan anak yang nomor 2 meninggal dunia karena sakit. Anak ibu V.N yang masih sekolah ada 2 orang dan rata-rata anak ibu V.N lulusan SMP, dan hanya 1 yang melanjutkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) itu juga karena di biayai oleh saudaranya .

Anak pertama ibu V.N bernama R.B. Pada usia 20 tahun R.B ini mengalami gangguan kejiwaan. Penyebabnya adalah R.B di tinggal pergi oleh istri dan juga anaknya, juga tidak mempunyai pekerjaan dan mempunyai masalah dengan ayahnya. Aktivitas yang biasa ia lakukan adalah merokok,minum kopi,berbicara sendiri dan suka marah-marah yang tidak jelas dan hanya di dalam kamar saja yang gelap gurita.

Ibu V.N ingin sekali membawa R.B ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) agar anaknya mendapat perawatan yang lebih efektif dari pada di rumahnya, tetapi ibu V.N mempunyai kendala yaitu tidak mempunyai biaya untuk perawatan R.B. Menurut ibu R.B untuk kehidupan sehari-hari saja ibu V.N serba kekurangan. Walaupun ia mempunyai warung kecil itu juga hanya cukup untuk makan saja.

Kadang R.B suka mengamuk tiba-tiba dan R.B lebih sering berada di dalam kamarnya yang gelap tanpa cahaya lampu dan tidak mau keluar dari kamarnya tersebut. Melihat kondisi R.B yang seperti itu ibu V.N sering sekali menangis,sedih,dan kasihan sekali. Ia ingin sekali membantu anaknya supaya normal / sembuh kembali seperti dulu lagi. R.B sudah 1 tahun mengalami gangguan kejiwaan / stress.

Ibu V.N tidak tahu apa yang menyebabkan istri dan anak R.B meninggalkan R.B dan respon istri dan anak R.B melihat kondisi R.B seperti itu, mereka tidak peduli justru mereka malah takut dan tidak ingin bertemu sama sekali dengan R.B. Ibu V.N mempunyai hambatan saat menjaga dan merawat R.B yaitu suaminya yang tidak peduli terhadap kondisi R.B malah semakin membenci R.B, tidak mempunyai biaya untuk merawatnya dan bingung jika R.B mulai mengamuk. Waktu itu tangan ibu V.N di lukai dengan pisau oleh anaknya sampai ibu V.N di rawat di Rumas Sakit dan mendapat 4 jahitan.

Gambar 1

Ini adalah foto ibu V.N saat menjaga warung kecilnya.


Gambar 2

Ini adalah foto kamar R.B yang gelap, yang saya ambil dari luar. Karena terlalu gelap jadi hanya kelihatan bagian tubuhnya saja.

Gambar 3

Ini adalah gambar tangan ibu V.N yang di lukai dengan pisau dapur oleh R.B saat mengamuk dan mendapat 4 jahitan.

  • Sekian wawancara dan interview saya dengan ibu V.N. Mohon maaf bila ada kesalahan kata-kata yang saya uraikan di atas. Bila ada yang mau atau ingin membantu keluarga ibu V.N, anda bisa mengirimkan email ke marni_setia@yahoo.com




Nama : Marni Setia

Kelas : 2PA05

Jurusan : Psikologi

Tugas : Kesehatan Mental

Senin, 05 Oktober 2009

Riwayat hidup Sigmund Freud

Sigmund Freud yang terkenal dengan Teori Psikoanalisis dilahirkan di Morovia, pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Gerald Corey dalam “Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy” menjelaskan bahwa Sigmund Freud adalah anak sulung dari keluarga Viena yang terdiri dari tiga laki-laki dan lima orang wanita. Dalam hidupnya ia ditempa oleh seorang ayah yang sangat otoriter dan dengan uang yang sangat terbatas, sehingga keluarganya terpaksa hidup berdesakan di sebuah aparterment yang sempit, namun demikian orang tuanya tetap berusaha untuk memberikan motivasi terhadap kapasitas intelektual yang tampak jelas dimiliki oleh anak-anaknya.
Sebahagian besar hidup Freud diabdikan untuk memformulasikan dan mengembangkan tentang teori psikoanalisisnya. Uniknya, saat ia sedang mengalami problema emosional yang sangat berat adalah saat kreativitasnya muncul. Pada umur paruh pertama empat puluhan ia banyak mengalami bermacam psikomatik, juga rasa nyeri akan datangnya maut dan fobi-fobi lain. Dengan mengeksplorasi makna mimpi-mimpinya sendiri ia mendapat pemahaman tentang dinamika perkembangan kepribadian seseorang.
Sigmund Freud dikenal juga sebagai tokoh yang kreatif dan produktif. Ia sering menghabiskan waktunya 18 jam sehari untuk menulis karya-karyanya, dan karya tersebut terkumpul sampai 24 jilid. Bahkan ia tetap produktif pada usia senja. Karena karya dan produktifitasnya itu, Freud dikenal bukan hanya sebagai pencetus psikoanalisis yang mencuatkan namanya sebagai intelektual, tapi juga telah meletakkan teknik baru untuk bisa memahami perilaku manusia. Hasil usahanya itu adalah sebuah teori kepribadian dan psikoterapi yang sangat komprehenshif dibandingkan dengan teori serupa yang pernah dikembangkan.
Psikoanalisa dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi yang dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental, hingga menjelma menjadi sebuah konsepsi baru tentang manusia. Hipotesis pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebahagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.
Lima karya Freud yang sangat terkenal dari beberapa karyanya adalah:
(1) The Interpretation of dreams (1900),
(2) The Psichopathology of Everiday Life (1901),
(3) General Introductory Lectures on Psichoanalysis (1917),
(4) New Introductory Lectures on Psichoanalysis (1933) dan
(5) An Outline of Psichoanalysis (1940).
Dalam dunia pendidikan pada masa itu, Sigmund Freud belum seberapa populer. Menurut A. Supratika, nama Freud baru dikenal pertama kalinya dalam kalangan psikologi akademis pada tahun 1909, ketika ia diundang oleh G. Stanley Hall, seorang sarjana psikologi Amerika, untuk memberikan serangkaian kuliah di universitas Clark di Worcester, Massachusetts. Pengaruh Freud di lingkungan psikologi baru terasa sekitar tahun 1930-an. Akan tetapi Asosiasi Psikoanalisis Internasional sudah terbentuk tahun 1910, begitu juga dengan lembaga pendidikan psikoanalisis sudah didirikan di banyak negara.
Persepsi tentang sifat manusia
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa enam tahun pertama dalam kehidupannya. Pandangan ini menunjukkan bahwa aliran teori Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Namun demikian menurut Gerald Corey yang mengutip perkataan Kovel, bahwa dengan tertumpu pada dialektika antara sadar dan tidak sadar, determinisme yang telah dinyatakan pada aliran Freud luluh. Lebih jauh Kovel menyatakan bahwa jalan pikiran itu adalah ditentukan, tetapi tidak linier. Ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih rumit dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut.
Di sini, Freud memberikan indikasi bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah bagaimana mengendalikan dorongan agresif itu. Bagi Sigmund Freud, rasa resah dan cemas seseorang itu ada hubungannya dengan kenyataan bahwa mereka tahu umat manusia itu akan punah.
Perkembangan.Kepribadian
Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalam A.Supratika), yaitu: (1) tahap oral, (2) tahap anal: 1-3 tahun, (3) tahap palus: 3-6 tahun, (4) tahap laten: 6-12 tahun, (5) tahap genetal: 12-18 tahun, (6) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja
1. Fase oral ( 0 – 1 tahun )
Pada fase ini pusat kepuasan ada pada daerah oral atau mulut. Bila tugas Perkembangan ini tercapai, maka anak akan belajar: menghisap, menelan, mamainkan bibir, makan, kenyang dan anak dapat tidur dengan nyenyak.
Bila tugas perkembangan ini tidak tercapai, anak akan menunjukkan perilaku: menggigit, mengeluarkan air liur, marah atau menangis jika tidak terpenuhi
Tugas orang tua adalah untuk memenuhi fase oral dengan penuh kesabaran.
2. Fase Anal ( 1 - 3 tahun )
Pada fase ini fungsi tubuh yang memberi kepuasan berkisar pada sekitar anus. Tugas perkembangan yang harus dilalui anak adalah melakukan kontrol terhadap BAB dan BAK, dan bila tercapai anak akan senang melakukan sendiri. Sedangkan bila tugas perkembangan tidak tercapai akan muncul beberapa masalah seperti anak akan menahan dan melakukannya dengan mempermainkan.
Peran lingkungan adalah membantu anak untuk belajar mengontrol pengeluaran (melakukan Toilet Training), yaitu suatu konsep bersih dimana anak belajar mengontrol pengeluaran tepat waktu dan tempat serta dapat melakukan dengan mandiri.

3. Fase Phallic ( 3 - 6 tahun )
Pada fase ini fungsi tubuh yang memberi kepuasan ada pada daerah genetalia dan sekitarnya. Anak senang mempermainkan alat kelaminnya sendiri. Karakteristik pada fase ini, anak tertarik pada perbedaan bentuk tubuh antara laki-laki dan wanita atau antara anak-anak dengan orang dewasa. Pada fase ini anak dekat dengan orang tua lawan jenis.
Beberapa perkembangan yang terjadi: Oedipus Complex, yaitu anak mencintai orangtua dengan jenis kelamin berbeda, tetapi bersaing dengan orangtua yang sama jenis kelaminnya.Electra Complex, yaitu anak cemburu karena tidak punya penis.
4. Fase Latent (6 - 12 tahun)
Pada fase ini anak cenderung mempunyai orientasi sosial keluar rumah, anak sangat senang untuk bermain. Terjadi perkembangan intelektual dan sosial, anak mempunyai banyak teman dan membentuk kelompok, impuls agresivitas lebih terkontrol.
Perkembangan Psikoseksual cenderung memasuki masa tenang. Pada fase ini pengertian seksualitas lebih realistis dan konsep jenis kelamin telah dicapai.
5. Fase Genital ( 12 -18 )
Pada fase ini tugas perkembangan seksual tinggal melengkapi fase-fase sebelumnya. Pada fase ini terjadi perkembangan fungsi alat kelamin secara primer maupun secara sekunder, pemusatan seksual ada pada daerah genital. Anak mulai tertarik terhadap lawan jenis dan munculnya tanda-tanda pubertas. Anak remaja sudah mempunyai pengetahuan tentang perubahan tubuh.
Perkembangan identitas merupakan hal penting yang terjadi pada remaja, anak mulai berkelompok (peer group). Peran lingkungan juga sangat penting untuk membantu perkembangan identitas pada remaja.
Pada akhir masa remaja diharapkan peran seksual dapat dicapai.

Riwayat Hidup Erikson
Erik Homburger Erikson dilahirkan di Frankurt, Jerman pada tanggal 15 juni 1902. Sangat sedikit yang bisa diketahui tentang asal usulnya. Ayahnya adalah seorang laki-laki berkebangsaan Denmark yang tidak dikenal namanya dan tidak mau mengaku Erikson sebagai anaknya sewaktu masih dalam kandungan dan langsung meninggalkan ibunya. Ibunya bernama Karla Abrahamsen yang berkebangsaan Yahudi. Saat Erikson berusia tiga tahun ibunya menikah lagi dengan seorang dokter bernama Theodore Homburger, kemudian mereka pindah kedaerah Karlsruhe di Jerman Selatan. Nama Erik Erikson dipakai pada tahun 1939 sebagai ganti Erik Homburger. Erikson menyebut dirinya sebagai ayah bagi dirinya sendiri, nama Homburger direduksi sebagai nama tengah bukan nama akhir.
Sebelum melihat lebih jauh mengenai teori dari Erik Erikson, maka kita tidak bisa melewati sketsa biografi Erik Erikson yang juga berperan/mendukung terbentuknya teori psikoanalisis. Pencarian identitas tampaknya merupakan fokus perhatian terbesar Erikson dalam kehidupan dan teorinya.
Pertama kalinya Erikson belajar sebagai “child analyst” melalui sebuah tawaran/ajakan dari Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu kurang lebih tahun 1927-1933. Bisa dikatakan Erikson menjadi seorang psikoanalisis karena Anna Freud. Kemudian pada tanggal 1 April 1930 Erikson menikah dengan Joan Serson, seorang sosiologi Amerika yang sedang penelitian di Eropa. Pada tahun 1933 Erikson pindah ke Denmark dan di sana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa (psychoanalytic training center). Pada tahun1939 Erikson pindah ke Amerika Serikat dan menjadi warga Negara tersebut, selain itu secara resmi pun dia telah mengganti namanya menjadi Erik Erikson. Tidak ada yang tahu apa alasannya memilih nama tersebut.

Psikososial mencakup delapan tahap sepanjang rentang kehidupan. Teori delapan tahap Erikson, sebuah proses perkembangan ego atau diri yang di pengaruhi oleh factor social dan budaya.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
Trust vs Mistrust / Kepercayaan vs Kecurigaan ( Lahir – 12 s/d 18 Bulan )
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini dengan sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah mempunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini. Dengan kata lain,mereka akan mudah tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.
Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan). Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan memuja orang lain.
Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu ( 12 s/d 18 Bulan – 3 Tahun )
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban”.
Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana dan legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk dapat menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak yang menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa ampun, dan tanpa rasa belas kasih.
Inisiatif vs Kesalahan ( 3 tahun – 6 tahun )
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.
Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak dengan memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani. Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu, rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
Kerajinan vs Inferioritas ( 6 tahun – Pubertas )
Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.
Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-anak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka. Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai keahlian sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan “masalah-masalah inferioritas”. Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.
Identitas vs Kekacauan Identitas ( Pubertas – Dewasa Awal )
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas.
Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat lain yang merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya. Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan totalisme.
Keintiman vs Isolasi ( Dewasa Awal )
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun. Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.
Generativitas vs Stagnasi ( Dewasa Tengah )
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah penolakan, di mana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya ditengah-tengah area kehiduannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan.
Integritas vs Keputus asaan ( Dewasa Akhir )
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumpah serapah dan menyesali kehidupan sendiri.
Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

Pada dasarnya pusat dari perumusan konsep Erikson meliputi beberapa bagian yang dianggap memiliki aspek penting seiring berjalannya roda dalam kehidupan manusia yaitu :
1. Identitas ego yang menurut Erikson berarti bahwa perkembangan setiap individu adalah di dalam kerangka lingkungan dan budaya di mana setiap individu dapat menemukan dirinya yang sebenarnya.
2. Langkah-langkah guna mengembangkan psikososial yang epigenetik. Pada awalnya teori Erikson bermula dari teori Freud mengenai psikoseksual namun kemudian dikembangkan oleh Erikson ke luar dari pendapat tersebut dengan mempertimbangkan perkembangan ego dalam konteks psikososial.
3. Perkembangan hidup manusia pada dasarnya berawal atau beredar dari masa bayi sampai masa usia senja/tua sesuai dengan delapan tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson.
4. Kekuatan ego, yang menandai masing-masing delapan langkah-langkah perkembangan manusia adalah kebaikan seperti harapan, akan tujuan dan kebijaksanaan (Christopher F.Monte, Beneath The Mask an Introduction of Theories of Personality).
Hal lain yang menurut Erikson penting bahwa apabila kecenderungan dari segi positif yang diinginkan tidak dapat dicapai dalam tahap sebelumnya, maka pada tahap-tahap sesudahnya semua itu dapat terulang kembali untuk dapatdiraih dan dikembangkan.
REFRENSI :
Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psichotherapy,(terjemahan Mulyarto),IKIP Semarang Press, Semarang 1995 hal 138.
Calvia S. Hall dan Gardner Lindzey, terjemahan Yustinus tahun 1995 hl 63.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, Theories of Personality ( terjemahan A. Supratika), penerbit Kanisius, Yogyakarta, tahun 1993 hal.51.
Alwilsol. Psikologi Kepribadian. UMM, Malang, 2004, 111-139.
Boeree, C. George, Personality Theories. Primasophie, Yogyakarta, 2005, 76-110.
Hall, C.S dan Lindzey, G. Theories of Personality. Terjemahan, editor Supratiknya. Kanisius, Yogyakarta, 1978, 137-169.
Monks, F.J . Psikologi Perkembangan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002, 14-16.
Pervin, L.A dan Jhon, O.P. Personality Theory and Research. New York. 2001, 59-91.
Sumartiningsih, Dien. Diktat atau catatan kuliah Psikologi Perkembangan. 2002.
Buku Psikologi Umum 1, Universitas Gunadarma
Diane E. Papalia, et al, Human Development, Jakarta : Kencana, 2008

;;