Kamis, 21 April 2011
A. PRIVASI
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu.
Beberapa definisi tentang privasi, yaitu :
· Rapoport (dalam Soesilo,1988)
Privasi adalah sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilahan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.
· Marshall
Privasi adalah Pilihan untuk menghindari diri dari keterlibatan dengan orang dan lingkungan sosial.
· Ibyo Hartono (1986)
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan atau ketertutupan , yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar di capai orang lain.
· Altman (1975)
Privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain.
Fungsi privasi menurut altman, yaitu :
1. Privasi adalah pengaruh dan pengontrolinteraksi interpersonal.
2. Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain.
3. Memperjelas konsep diri dan identitas diri.
Faktor yang mempengaruhi privasi
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi privasi, yaitu:
1. Faktor Personal
Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Sementara itu Walden dan kawan-kawan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi.
2. Faktor Situasional
Penelitian Marshall (dalam Guilford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi didalam rumah antara lain di sebabkan oleh setting rumah. Setting rumah disini sangat berhubungan dengan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antara rumah dan banyaknya tetangga sekitar rumah.
3. Faktor Budaya
Hasil pengamatan Gifford (1987) di suatu desa di bagian selatan India, menunjukkan bahwa semua keluarga memiliki rumah yang sangat dekat satu dengan yang lain, sehingga akan sedikit privasi yang di perolehnya orang-orang desa tersebut merasa tidak betah bila berpisah dengan tetangganya.
Pengaruh privasi terhadap prilaku
· Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan social. Bila seseorang mendapatkan privasi seperti yang diinginkan maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
· Maxine Wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalam tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya orang yang terganngu privasinya akan merasakan keadaan yang tidak mengenakan.
Privasi dalam konteks budaya
Selama ini kita terpaku bahwa suatu desain tertentu memiliki fungsi tunggal, sebagai ruang untuk berinteraksi secara terbatas atau sebaliknya secara berlebihan tetapi bukan fungsi untuk keduanya sekaligus. Seperti orang Jepang di dalam rumah dinding dapat dipindah-pindahkan ke dalam dan kekuar rumah. Satu area namun dapat difungsikan untuk makan, tidur, interaksi sosial dalam waktu yang berbeda.
B. PERSONAL SPACE (Ruang Personal)
Pengertian Ruang personal
Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi, dan arsitektur (Yusuf, 1991).
Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Somrner (dalam Altman, 1975) ruang personal add& daerah di sekeliling seseorang’ dengan batas-batas yang tidak jelas dirnana seseoriing ti& boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan nmng personal sebagai jarakldaerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.
Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain: Pertama, ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang : dengan orang lain. Kedua, ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri. Ketiga, pengaturan ruang personal mempakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi. Keempat, ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, makadapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkanperkelahian. Kelima, ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.
Dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal:
· Jarak intim, Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan.
· Jarak personal, Jarak yang menunjukkan perasaan masing – masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki.
· Jarak sosial , Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga dua belas kaki.
· Jarak public, Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga.
Ruang Personal dan Perbedaan Budaya
Dalam eksperimen Waston & Graves (dalam Gifford, 1987), yang mengadakan studi perbedaan budaya secara terinci, mereka menggunakan sampel kelompok siswa yang terdiri dari empat orang yang &mint:: dztang ke laboratorium. Siswa-siswa ini diberitahu bahwa mereka &an diamati, tetapi tanpa diberi petunjuk atau perintah. Kelompok pertarna terdiri dari orang-orang Arab dan kelompok lainnya terdiri dari orang Amerika. Rerata jarak interpersonal yang dipakai orang Arab kira-kira sepanjang dari perpanjangan tangannya. Sedangkan jarak interpersonal orang Amerika terlihat lebih jauh. Orang-orang Arab menyentuh satu sama lain lebih sering dan orientasinya lebih langsung. Umumnya orang Arab lebih dekat daripada orang Amerika.
Hall (dalam Altman, 1976) menggambarkan bahwa kebudayaan Arab memiliki pengindraan yang tinggi, di mana orang-orang berinteraksi dengan sangat dekat: hidung ke hidung, menghembuskan napas di muka orang lain, bersentuhan dan sebagainya. Kebudayaan Arab (juga Mediterania dan Latin) cenderung berorientasi kepada “kontak” dibandingkan dengan Eropa Utara dan Kebudayaan Barat. Jarak yang dekat dan isyarat-isyarat sentuhan, penciuman, dan panas tubuh tampaknya merupakan ha1 yang lazim dalam “budaya kontak”.
Hall (dalam Altman, 1976) juga mengamati bahwa orang-orang Jepang menggunakan ruang secara teliti. Hal diduga merupakan respon terhadap populasi yang padat. Keluarga-keluarga Jepang memiliki banyak kontak interpersonal yang dekat; seringkali tidur bersama-sama dalam suatu ruangan dengan susunan yang tidak beraturan atau melakukan berbagai aktivitas dalam ruangnyang sama. Pengaturan taman, pemandangan dam, dan bengkel kerja merupakan bentuk dari kreativitas dengan tingkat perkembangan yang tinggi yang saling pengaruh-mempengaruhi di antarasemuarasa yang ada, rnenunjukkan pentingnya hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
C. TERITORIALITAS
Pengertian Teritorialitas menurut Holahan (dalam Iskandar, 1999) teritoritas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan atau tempat yang di tempatinya atau area yang sering melibatkan cirri pemikirannya dan pertahanan dari segala serangan.
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari territorialitas, yaitu :
1. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
3. Hak untuk mempertahankan diri dari ganggunan luar
4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis Sedangkan menurut Altman (1975), teritorial bukan hanya alat untuk menciptakan privasi saja, melainkan berfungsi pula sebagai alat untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial.
Altman juga membagi territorialitas menjadi tiga, yaitu :
1. Teritorial Primer
Jenis tritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori uatam ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya karena menyangkut masalah serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
2. Teritorial Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Territorial ini juga dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritori sekunder adalah semi-publik.
3. Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.
Apa perbedaan ruang personal dengan teritorialitas? Seperti pendapat Sommer dan de War (1963), bahwa ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah.
Teritorialitas dan Perbedaan Budaya
Setiap budaya memilki teritorialitas dan perbedaan budaya yang berbeda dan menimbulkan berbagai macam ciri khas tertentu. Akibat perbedaan budaya tersebut muncul teritorialitas. Sebagai contoh orang Jawa biasanya memberikan wejangan kepada anak-anaknya “kalau menikah harus dengan orang Jawa juga”. Dari kata-kata wejangan tersebut dapat dilihat orang Jawa memberi teritorialitasnya kepada anak-anaknya sebagai suatu batasan atau pertahanan ciri khas suatu budayanya.
Selasa, 19 April 2011
Definisi Kepadatan
Kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah, misalnya: buah/m2.
Berikut definisi kepadatan menurut beberapa ahli :
· Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
· Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
· Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
Kategori Kepadatan
Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :
· Kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap.
· Kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
· Kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah dan kamar.
· Kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
· Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. sehingga suatu ewilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi dan kepadatan rendah.
Akibat Kepadatan Tinggi
· Menurut Taylor (dalam Guilfford,1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.
· Menurut Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).
· Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.
· Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk. (dalam Sears dkk., 1994) mecoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya stress dan kekecewaan, yang secara nyata lebih besar daripada mahasiswa yang tinggal berdua. selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya.
· Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.
· Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan menurut Stokols (dalam Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat.
· Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).
Akibat psikis lain antara lain:
· Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).
· Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
· Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 1984).
· Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
· Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).
· Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal di kawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.
Beberapa Definisi Kesesakan Menurut Beberapa Ahli :
· Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) tidaklah jelas benar, bahkan kadang – kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikian secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang.
· Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding), yaitu dimana factor – factor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler (molecular crowding), yaitu perasaan sesak yang menganalisa mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal dan kesesakan molar (molar crowding), yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota.
· Morris (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang. Dalam suatu unit hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas. Oleh karenanya untuk setiap ruang akan memerlukan suatu ukuran standar ruang yang berbeda, karena fungsi dari ruang itu berbeda.
· Rapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) mengatakan, kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.
Faktor-Faktor yang Mempengaharui Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengarui kesesakan yaitu : personal, sosial, dan fisik.
1. Faktor Personal
Terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
2. Faktor Sosial
Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaharui oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk kedaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah :
(a) Kehadiran dan perilaku orang lain.
(b) Formasi koalisi.
(c) Kualitas hubungan.
(d) Informasi yang tersedia.
3. Faktor Fisik
Altman (1975), Bell dkk (1978), Gove dah Hughes(1983) mengemukakan adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaharui kesesakkan. Stessor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting. Faktor situasional tersebut antara lain :
(a) Besarnya skala lingkungan.
(b) Variasi arsitektural.
Pengaruh Kesesakan Terhadap Perilaku Menurut Beberapa Ahli :
1. Aktivitas seseorang akan terganggu oleh aktivitas orang lain
2. Interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya
3. Gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan (Epstein, 1982) serta disorganisasi keluarga, agresi, penarikan diri secara psikologi (psychological withdrawal)
4. Menurunnya kualitas hidup (Freedman, 1973).
5. Penurunan – penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan sosial individu. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stres, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius.
6. Malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala – gejala psikosomatik, dan penyakit – penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).
7. Kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan, 1982)
8. Fisher dan Byrne (dalam Watson dkk., 1984) menemukan bahwa kesesakan dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan menyelesaikan tugas yang kompleks, menurunkan perilaku sosial, ketidaknyamanan dan berpengaruh negatif terhadap kesehatan dan menaikkan gejolak fisik seperti naiknya tekanan darah (Evans, 1979).
Dari sekian banyak akibat negatif kesesakan pada perilaku manusia, Brigham (1991) mencoba menerangkan dan menjelaskannya menjadi :
(1) pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain;
(2) keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggunya kebebasan memilih;
(3) kontrol pribadi yang kurang
(4) stimulus yang berlebihan.
Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negatif tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang tidak menyenangkan.
Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negatif pada perilaku seseorang, tetapi menurut Altman (1975) dan Watson dkk. (1984), kesesakan kadang memberikan kepuasan dari kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, waktu dan situasi tertentu, serta setting kejadian. Situasi yang memberikan kepuasan dan kesenangan bisa kita temukan, misalnya pada waktu melihat pertunjukan musik, pertandingan olahraga atau menghadiri reuni atau resepsi.
SUMBER :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf